Minggu, 28 Agustus 2016

ANALISIS NOVEL THE SIGN OF THE FOUR 
(KARYA SIR ARTHUR CONAN DOYLE)

OLEH: HALIMAH INDAH SARI


IDENTITAS NOVEL

Judul               : The Sign of The Four
Pengarang       : Sir Arthur Conan Doyle
Seri                  : Sherlock Holmes
Genre              : Fiksi Detektif
Bahasa             : Indonesia
Cetakan kedua            : 2016
Penerbit           : Shira Media
Tebal               : 212 halaman
Sinopsis           : Mary Morstan mendatangi Sherlock Holmes untuk meminta bantuannya memecahkan sebuah misteri. Sepuluh tahun yang lalu, ayah Mary, Kapten Arthur Morstan, kembali ke London dengan mengambil cuti dari resimen nya di India. Katanya, di sana ia dan seorang temannya, Thaddeus Sholto, mendapatkan harta karun yang sangat besar jumlahnya. Tapi ketika Mary tiba di hotel tempat ayahnya tinggal, sang ayah sudah lenyap tanpa jejak. Sherlock Holmes menyambut misteri ini sebagai suatu tantangan menarik. Lebih menarik daripada kokain yang telah membuatnya ketagihan bila sedang tak ada kegiatan. Dan kali ini pun Dr. Watson menyertainya, terutama karena ia sangat tertarik pada Mary Morstan yang di matanya begitu memesona.

  
PROFIL PENGARANG

Sir Arthur Ignatius Conan Doyle (lahir 22 Mei 1859 – meninggal 7 Juli 1930 pada umur 71 tahun) adalah pengarang cerita fiksi terkenal berkebangsaan Inggris. Salah satu karangannya yang paling terkenal adalah serial petualangan Sherlock Holmes, seorang detektif fiksi yang eksentrik.
Doyle dilahirkan pada tahun 1859. Ia mendapat gelar dokter dari Universitas Edinburgh dan mulai membuka praktik di Southsea, Inggris pada tahun 1882. Ia mengarang banyak cerita, dua diantaranya tidak pernah dipublikasikan.
Pada tahun 1886, ia menciptakan tokoh Sherlock Holmes yang diilhami dari Dr. Joseph Bell, salah satu dosennya. Cerita pertama yang berjudul A Study in Scarlet (bahasa Indonesia: Penelusuran Benang Merah) ini diterima publik dengan baik. Akan tetapi, ketenaran tokoh itu baru dimulai pada tahun 1891 ketika ia menulis serial petualangan Sherlock Holmes bersama sahabat setianya, Dr. Watson, dalam bentuk kompilasi cerita pendek.


PENDAHULUAN

Novel The Sign of The Four merupakan novel kedua karya Sir Arthur Conan Doyle yang menampilkan Sherlock Holmes, seorang detektif eksentrik, dan rekan setianya, Dr. John Watson. Terbit pertama kali pada tahun 1890 di Lippincott's Monthly Magazine. Novel yang berlatar waktu tahun 1888 ini memiliki alur yang kompleks karena membahas kilas balik tokoh saat bertugas di Perusahaan Hindia Timur, pemberontakan di India 1857, pencurian harta karun, serta perjanjian rahasia antara empat tahanan dengan dua sipir penjara yang korup. Dalam novel ini, Doyle untuk pertama kalinya mendeksripsikan ketergantungan Holmes terhadap obat-obatan terlarang sekaligus membuatnya lebih manusiawi bila dibandingkan dengan novel sebelumnya, Penelusuran Benang Merah. Empat Pemburu Harta juga memperkenalkan calon istri dr. Watson, Mary Morstan.
Keunikan dari rangkaian cerita inilah yang membuat saya tertarik untuk membuat analisis novel The Sign of The Four. Dari novel ini saya akan menganalisis bagaimana unsur-unsur yang terkandung dalam novel, baik itu unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik. Unsur-unsur intrinsik diantaranya yaitu: tema, amanat, tokoh dan penokohan, alur/plot, latar/setting, sudut pandang, dan gaya bahasa.


PERMASALAHAN

A.    Menganalisis bagaimana unsur-unsur intrinsik dalam novel The Sign of The Four?
B.     Menganalisis bagaimana unsur-unsur ekstrinsik dalam novel The Sign of The Four?



ANALISIS NOVEL

A.    Unsur Intrinsik
           1.            Tema
Tema merupakan dasar cerita atau gagasan umum dari sebuah novel (Nurgiyantoro, 2009: 70). Stanton (via Nurgiyantoro, 2009: 70) menjelaskan bahwa tema dapat juga disebut ide utama atau tujuan utama. Berdasarkan dasar cerita atau ide utama, pengarang akan mengembangkan cerita.
Berdasarkan pemaparan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud tema adalah dasar dari pengembangan sebuah cerita.
Tema dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.       Tema Sentral
Tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita.
Tema sentral dalam novel The Sign of The Four adalah kasus tentang pencurian harta karun.
 Hal ini diperkuat dengan beberapa data di antaranya yaitu:
1)      “Keparat Sholto itu mencurinya tanpa memenuhi satu pun persyaratan saat mendapatkan rahasia itu (hal. 204).”
b.      Tema Bawahan
Tema bawahan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.
Tema bawahan dalam novel The Sign of The Four adalah pengkhianatan sebuah janji, pembalasan dendam, dan keserakahan yang mematikan.
Hal ini diperkuat dengan beberapa data di antaranya yaitu:
1)      “Keparat Sholto itu mencurinya tanpa memenuhi satu pun persyaratan saat mendapatkan rahasia itu (hal. 204).”
2)      “Sejak saat itu, aku hidup hanya untuk membalas dendam.”

                  2.            Amanat
Amanat atau nilai moral merupakan unsur isi dalam karya fiksi yang mengacu pada nilai-nilai, sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan yang dihadirkan pengarang melalui tokoh-tokoh di dalamnya (Kenny, 1966: 89 via Nurgiyantoro, 2009: 321).
Berdasarkan pemaparan pendapat diatas, dapat disimpulkan amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh penulis kepada para pembaca.  Amanat dalam novel The Sign of The Four adalah:
a)      Jangan menjadi orang yang ‘tong kosong nyaring bunyinya.’
Bukti: “―Tidak ada orang bodoh yang lebih menyulitkan daripada yang punya sedikit akal (hal. 84).”
b)      Jangan memandang rendah sesuatu.
Bukti: “―Kita sudah biasa melihat Manusia memandang rendah apa yang tidak bisa dipahaminya (hal. 27).”
c)      Seberapa besar keuntungan dari mengonsumsi kokain, tetap tidak sebanding dengan kerugiannya.
Bukti: “’.... Kau juga tahu, apa reaksi buruk kokain terhadap dirimu. Jelas keuntungannya tidak sebanding dengan karugiannya....’ (hal. 7)”
                  3.            Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
Tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
a)      Tokoh sentral protagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai positif.
b)      Tokoh sentral antagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
Adapun tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a)      Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral (baik protagonis ataupun antagonis).
b)      Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
c)      Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.
Penokohan dalam novel adalah unsur yang sama pentingnya dengan unsur-unsur yang lain. Penokohan adalah teknik bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam cerita sehingga dapat diketahui karakter atau sifat para tokoh (Siswandarti, 2009: 44).
Tokoh-tokoh dalam novel The Sign of The Four adalah:
NAMA TOKOH
WATAK TOKOH
Sherlock Holmes
Cerdas, analitis, teliti, senang dipuji tapi suka merendah, tidak gegabah dalam menarik kesimpulan, menghargai orang.
Bukti:
·         “’Kehadiranmu akan sangat membantuku,’ (hal.86)”
·         “’Kau sangat jenius dalam rincian,’ kataku (hal. 12)”
dr. John Watson
Setia kawan.
Bukti:
·         “’....Tapi aku ingin membongkar kasus ini bersamamu, berhubung aku sudah terlibat sejauh ini.’ (hal. 86)
Mary Morstan
Anggun, orang yang tenang, dan ramah.
Bukti:
·         “Sesuai sifat mulia wanita, ia menghadapi masalah ini dengan ekspresi tenang,... (hal. 89)”
·         “Cahaya lembut sebuah lampu bertudung meneranginya saat ia menyandar ke kursi anyaman, bermain-main di wajahnya yang anggun dan cantik,...(hal. 164)”
Thaddeus Sholto
Orang yang patuh, tidak serakah
Bukti:
·         “Pria kecil tersebut mematuhi dengan sikap setengah bingung, (hal. 71)”
·         “’....Tapi aku bisa membujuknya agar mengizinkan aku mencari alamat Miss Morstan dan mengirimkan mutiara-mutiaranya secara terpisah selama selang waktu tertentu, sehingga paling tidak Miss Morstan tidak akan pernah kekurangan.’ (hal. 54)”
Bartholomew Sholto
Cukup rakus, orang yang cerdik
Bukti:
·         “’Bartholomew orang yang cerdik,...(hal. 56)”
·         “’... Mutiara-mutiaranya jelas bernilai sangat tinggi, dan saudaraku merasa keberatan berpisah dengannya karena―antara kita saja―saudaraku sendiri agak cenderung mengulangi kesalahan Ayah....(hal. 54)”
Athelney Jones
Seorang etektif yang suka merendahkan orang lain.
Bukti:
·         “’Mr. Sherlock Holmes, si teoritis... Memang Anda berhasil mengembalikan kami ke jejak yang benar, tapi keberhasilan Anda lebih dikarenakan keberuntungan daripada keandalan.’ (hal. 81)”
Jonathan Small
Pendendam, pemarah, setia pada janjinya.
Bukti:  
·         “katanya, ‘Small orang yang selalu menepati janji....’(hal. 202)”
·         “Saat melihat kemurkaan dan semangat pria ini, aku bisa memahami kengerian yang mencekam....(hal. 174)”
Mrs. Cecil Forrester
Anggun, lemah lembut, dan keibuan.
Bukti:
·         “seorang wanita setengah baya yang anggun, dan aku sangat senang melihat betapa ia memeluk pinggang Miss Morstan dengan lembut, dan betapa keibuan suaranya saat menyambut (hal. 90).”
McMurdo
Menaati peraturan majikan.
Bukti:
·         “’Dia tidak keluar dari kamarnya hari ini, Mr. Thaddeus, dan aku tidak mendapat perintah apa-apa....’ (hal. 60)”
Tonga
Setia, menepati janji, pemarah, buas dan kasar.
Bukti:
·         “Begitu mendengar jeritan kemarahannya, buntalan di geladak pun bergerak. (hal. 155)”
·         “’Dia menepati janjinya, si Tonga kecil itu.’ (hal. 205)
Mayor Sholto
Pengkhianat, serakah.
Bukti:
·         “Keparat Sholto itu mencurinya tanpa memenuhi satu pun persyaratan saat mendapatkan rahasia itu (hal. 204).”

                  4.            Alur / plot
Plot merupakan hubungan antarperistiwa yang bersifat sebab akibat, tidak hanya jalinan peristiwa secara kronologis (Nurgiyantoro, 2009: 112). Stanton (via Nurgiyantoro, 2009: 113) juga berpendapat bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian yang di dalamnya terdapat hubungan sebab akibat. Suatu peristiwa disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Plot juga dapat berupa cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan mengambil sikap terhadap masalah yang dihadapi. Sedangkan alur adalah rangkaian cerita yang bersifat kronologis.
Alur dalam novel The Sign of The Four adalah alur campuran. Hal ini dapat diperkuat:
a)      Awalnya novel ini menceritakan bagaimana kehidupan sehari-hari Holmes dan dr. Watson, kemudian mereka kedatangan seorang klien bernama Mary Morstan. Kemudian novel tersebut mengungkap kilas balik kehidupan masa lalu sang penjahat dalam novel ini.
                  5.            Latar / setting
Latar menurut Abrams (1981: 175 via Nurgiantoro, 2009: 216) adalah landasan atau tumpuan yang memiliki pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Siswandarti (2009: 44) juga menegaskan bahwa latar adalah pelukisan tempat, waktu, dan situasi atau suasana terjadinya suatu peristiwa.
Berdasarkan pengertian tersebut latar dapat disimpulkan sebagai pelukisan tempat, waktu, dan suasana pada suatu peristiwa yang ada di cerita fiksi. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok:
a)      Latar tempat, mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Latar tempat dalam novel The Sign of The Four adalah Inggris. Hal ini diperkuat dengan data:
1)      Pondicherry Lodge, Upper Norwood, Inggris
Bukti: “’dan tinggal di Pondicherry Lodge di Upper Norwood....’ (hal. 47)
2)      “’―mendapatkan harta itu dan membawanya kembali ke Inggris,...’ (hal. 100)
3)      “’....Dia datang ke Inggris dengan gagasan ganda....’ (hal. 102)
b)      Latar waktu, berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Latar waktu dalam novel The Sign of The Four adalah tahun 1888. Hal ini dapat diperkuat dengan:
1)      “’Dia menghilang tanggal 3 Desember 1878―hampi sepuluh tahun yang lalu.’ (hal. 24)
c)      Latar sosial / suasana, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial bisa mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta status sosial.
Latar suasana dalam novel The Sign of The Four adalah menegangkan, mengerikan, manakutkan. Hal ini dapat diperkuat dengan:
1)      “’Ada yang tidak beres dengan Bartholomew!’ serunya. ‘Aku ketakutan! Sarafku tak mampu menanggungnya.’ (hal. 65)”
2)      “Aku membungkuk dengan perasaan ngeri.... Tapi wajahnya tersenyum mengerikan dalam seringai kaku dan tidak wajar, (hal. 67)”
                  6.            Sudut pandang
Sudut pandang adalah cara memandang dan menghadirkan tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Dalam hal ini, ada dua macam sudut pandang yang bisa dipakai:
·         Sudut pandang orang pertama tokoh utama.
·         Sudut pandang orang pertama tokoh sampingan.
·         Sudut pandang orang ketiga serba tahu.
·         Sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat.
Sudut pandang dalam novel The Sign of The Four adalah sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat.
a)      Keseluruhan cerita dalam novel ini diceritakan oleh orang ketiga yaitu, dr. Watson.
b)      “Sherlock Holmes mengambil botol dari sudut rak di atas perapian, dan jarum suntik dari kotak maroko-nya yang rapi. (hal. 5)”
                  7.            Gaya Bahasa
Bahasa sesuai dengan pendapat Siswandarti (2009: 44) merupakan jenis bahasa yang dipakai pengarang, sebagai contoh misalnya gaya pop untuk remaja, gaya komunikatif, atau jenis bahasa yang kaku (seperti pada cerita terjemahan). Nurgiyantoro (2009: 272) juga berpendapat bahwa bahasa merupakan sarana pengungkapan yang komunikatif dalam sastra.
Pada novel juga terdapat cara pengucapan bahasa yang sering disebut gaya bahasa. Gaya bahasa (style) merupakan cara pengucapan pengarang dalam mengemukakan sesuatu terhadap pembaca (Ambrams, 1981: 190-1 via Nurgiyantoro, 2009: 276). Dalam stile juga terdapat beberapa unsur seperti, leksikal, struktur kalimat, retorika, dan penggunaan kohesi.
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel The Sign of The Four didominasi  oleh   penggunaan gaya bahasa Simile, terutama dalam bahasa tubuhnya yang  sering digambarkan dalam figur binatang seperti elang,   ulat,   ataupun  anjing  pemburu.  Karakter   Sherlock  juga   digambarkan  sebagai seseorang yang  suka  mengekspresikan sesuatu dengan gaya bahasa yang  berlebihan atau menggambarkan sesuatu dengan membandingkannya dengan figure lain. Hal ini dapat diperkuat dengan data:
a)      “’Dia berbicara selayaknya seorang murid kepada gurunya,’ kataku.(hal. 11)”
b)      “’Semuanya sejelass siang hari,’ (hal. 18)”
c)      “’.... Saya tak bisa membayangkan situasi yang lebih aneh, lebih tak bisa dijelaskan , daripada yang saya hadapi saat ini.’ (hal. 22)”
d)     “.... Ia mencondongkan tubuh ke depan di kursinya, dengan ekspresi konsentrasi yang luar biasa di wajahnya yang tegas dan bagai rajawali. (hal. 22)”


B.     Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara spesifik, unsur tersebut dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, tetapi tidak menjadi bagian di dalamnya. Seperti halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga terdiri dari sejumlah unsur. Unsur-unsur tersebut meliputi latar belakang kehidupan pengarang, keyakinan, dan pandangan hidup pengarang, adat istiadat yang berlaku saat itu, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi, pengetahuan agama dan lain-lain (Suroto, 1989: 138) yang kesemuanya akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yang menjadi latar belakang penyampaian tema dan amanat cerita.

1.      Pengaruh latar belakang penulis
Arthur Conan Doyle lahir di Picardy Place, Edinburgh pada 22 Mei 1859 dari pasangan Charles Altamont Doyle dan Mary Foley. Karena masalah alkohol yang dialami sang ayah, Doyle kecil dan keluarganya terpecah pada 1864. Atas dukungan para pamannya yang cukup kaya, calon pengarang besar ini bisa menempuh pendidikan di Jesuit Preparatory School, Stonyhurst pada 1868 - 1870. Doyle melanjutkan ke Stonyhurst College hingga 1875 dan menyelesaikan pendidikan menengah di Stella Matutina Jesuit School setahun kemudian. Pada 1876, Doyle melanjutkan studi ke University of Edinburgh untuk mempelajari ilmu kedokteran dan obat-obatan.
Semasa menempuh pendidikan tinggi, Doyle mulai serius menekuni hobi menulis cerita pendek. Bahkan salah satu karyanya, The Haunted Grange of Goresthorpe, berhasil dimuat dalam sebuah jurnal di Edinburgh. Di masa ini juga Doyle mengikuti kelas salah seorang dosennya, Dr. Joseph Bell, yang terus mendorong calon dokter sekaligus pengarang ini untuk selalu menggunakan kekuatan observasi dalam melakukan diagnosis terhadap kondisi pasiennya. Tidak heran jika dosen yang sama tersebut bakal menjadi model dari salah satu karakter detektif paling terkenal dan enigmatik sepanjang sejarah sastra modern, Sherlock Holmes.
Pada 1902, penulis sekaligus aktivis hukum dan politik serta anggota tetap Freemasonry, sebuah kelompok paling enigmatik sepanjang sejarah ini, menerima anugrah gelar kehormatan Sir (dilantik sebagai Knight Bachelor) oleh kerajaan Inggris. Pada 7 Juli 1930, sastrawan besar Sir Arthur Ignatius Conan Doyle ditemukan wafat di kediamannya akibat serangan jantung. Bersebelahan dengan istrinya, Jean, jasad Doyle dikebumikan di halaman Gereja Minstead, Hampshire, Inggris.
2.      Pengaruh situasi sosial, politik dan budaya yang terjadi di sekitar pengarang
a)      Situasi sosial
Novel The Sign of The Four menggambarkan bagaimana situasi dan kondisi London, Inggris, sebagai latar utamanya. Penulis telah berhasil menggambarkan bagaimana keadaan sosial Inggris zaman kuno, misalnya pada zaman dulu transportasi masih menggunakan kereta kuda. Hal ini diperkuat dengan data:
1)      “kereta masih menunggu di luar, dan jelas kegiatan kami telah direncanakan sebelumnya, karena sang kusir segera memacu kereta secepat mungkin (hal. 56).”
b)      Situasi politik/hukum
Dalam novel ini digambarkan bahwa kekuatan hukum melalui aparat polisi sangat kuat. Hal ini dapat diperkuat dengan data:
1)      “’jam sepuluh. Dan sekarang dia tewas, dan polisi akan dihubungi, dan aku akan dituduh terlibat dalam pembunuhan ini. Oh, ya, aku yakin akan dituduh begitu....’(hal. 71)”


KESIMPULAN

Dari penyajian analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dalam novel The Sign of The Four dapat dipaparkan secara singkat, yaitu, novel The Sign of The Four bertema kasus tentang pencurian harta karun. Amanat dari novel ini diantaranya yaitu, jangan memandang rendah sesuatu. Tohoh-tokoh dalam novel ini diantaranya yaitu: Sherlock Holmes, dr. Watson, Mary Morstan, Thaddeus dan Bartholomew Sholto. Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur campuran. Lattar dalam novel ini yaitu: berlatar tempat di Inggris, berlatar waktu tahun 1888, dan berlatar suasana menegangkan. Sudut pandang dalam novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat.
Pengarang menggambarkan situasi dan kondisi Inggris dalam novelnya. Bagaimana kehidupan orang-orang Inggris pada zaman dahulu, tergambar dengan penggunaan kereta kuda sebagai alat transportasi utamanya.
Novel ini memiliki jalan cerita yang unik dan menarik. Yang saya suka dari novel ini adalah, penulis menggambarkan ‘sisi manusia’ Holmes yang belum diceritakan di buku pertamanya, A Study in Scarlet. Bagaimana saat dia dengan kepercayaan dirinya menemukan jalur yang benar dalam penyelidikan, kemudian tiba-tiba mengalami jalan buntu, hal yang sangat menyinggung bagi seorang Sherlock Holmes. Dalam berbagai usaha yang terus dijalankannya, dengan cara unik menggunakan pasukannya sendiri yang terdiri atas orang jalanan, yang disebutnya sebagai Baker Street irregulars. Di samping itu, saat tampaknya dia tak mengalami kemajuan, dia mengalihkan pikirannya kepada eksperimen di laboratorium, atau sekedar bermain biola. Akan tetapi, tetap saja, dia tidak bisa berhenti ‘bertindak’, seperti yang dikatakan sendiri oleh Watson.
Tidak hanya Holmes, dalam novel ini Doyle juga memberi bagian pada sisi pribadi Watson. Dia jatuh cinta pada Miss Morstan, hal yang sulit baginya, apalagi dia tidak bisa mendapatkan simpati Holmes yang sangat tidak tertarik pada hubungan emosional antar manusia, lebih-lebih orang itu adalah kliennya.
Secara keseluruhan, novel Sherlock Holmes memang tidak memanjakan imajinasi dan deduksi para pembaca. Kita disuguhkan betapa brilliannya pemikiran Holmes dan mengikuti pola pikir dan alur kerja yang dilakukannya. Kita hanya menebak-nebak apa yang terjadi tanpa tahu petunjuk apa yang telah dimiliki oleh detektif itu. 4/5 untuk kisah perburuan harta karun.


DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M.H. (1981). A Glosarry of Literary Terms. Holt, Rinehart and Winston
Bacaan B. Zee. (2012). [ Online ]. Tersedia: https://bacaanbzee.wordpress.com/2012/05/22/the-sign-of-four/. [28 Agustus 2016]
Nurgiyantoro, Burhan (1995). Teori Pengkajian Fiksi. Gadjah Mada University Press.
Rosyid, Abdur. (2009). [Online]. Terssedia: https://abdurrosyid.wordpress.com/2009/07/29/unsur-unsur-intrinsik-dalam-prosa/. [26 Agustus 2016]

Wikipedia. (2015). [Online]. Tersedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Empat_Pemburu_Harta. [25 Agustus 2016]




Semoga tulisan ini bermanfaat untuk para pembaca..... ^-^