Kamis, 24 Mei 2018




Korupsi Keluarga Nol (KKN)

Halimah Indah Sari


Korupsi merupakan momok berbahaya bagi kehidupan bangsa. Korupsi berawal dari hal-hal kecil dan dari ruang lingkup yang kecil juga. Dari lingkungan keluarga misalnya. Dan sering kali korupsi di lingkup keluarga ini diabaikan. Dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar dilakukan. Me-wajar-kan atau me-lumrah-kan itulah yang patut kita hindari. Karena pola pikir yang terbentuk di benar masyarakat cenderung "membenarkan yang biasa", bukan "membiasakan yang benar". Padahal membiasakan yang benar itu merupakan pilihan tepat yang bisa kita ambil untuk memperbaiki kehidupan bangsa. 

Pola yang terbentuk dari mind set tersebut adalah = Korupsi biasa terjadi. Dilakukan dari generasi tua sampai generasi muda. Kadang kala dilakukan secara berjama'ah. Oleh karena korupsi sudah biasa terjadi, bahkan ada anggapan bahwa korupsi merupakan sebuah kebiasaan, maka korupsi adalah hal yang benar.

Jika banyak orang yang berpikir seperti itu, lalu kapan Indonesia akan bersih dari korupsi?!! 

Korupsi harus 'dibantai' dari lingkup yang kecil. Maka dari itu, paragraf-paragraf selanjutnya akan memaparkan lebih rinci tentang korupsi di lingkup keluarga dan masukan tentang bagaimana mengurangi serta mencegah korupsi itu terjadi.

Menurut UU NO.31/1999 jo UU No.20/2001 menyebutkan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan: Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 2). Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan /kedudukan yang dapat merugikan keuangan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan /perekonomian negara (pasal 3).

Sedang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi memiliki arti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Secara garis besar, korupsi adalah tindakan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara yang menyeleweng atau salah. Dan jika kita memaknai korupsi seperti itu maka yang kita dapatkan adalah bahwa kita mungkin sering melakukan korupsi di lingkup keluarga, baik yang disengaja maupun tidak dan yang disadari maupun tidak.

Contoh kecil korupsi yang kemungkinan besar biasa kita lakukan adalah mengambil uang milik orang tua; melebihkan uang untuk bayaran sekolah; ketika ibu menyuruh belanja tapi malah jajan; meminta uang untuk beli buku pelajaran tapi malah dibelikan yang lain yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran; dan masih banyak lagi praktek korupsi kecil yang mungkin sering kita lakukan tapi tidak kita sadari.

Lalu bagaimana jika korupsi kecil tersebut telah menjadi kebiasaan bagi kita? Apakah memberi pengaruh buruk bagi kehidupan si pelaku? Dan bagaimana cara untuk mencegah agar korupsi tersebut tidak menjadi korupsi besar yang menyebabkan si pelaku dipidana? Siapa-siapa sajakah yang ikut andil dalam tindakan pencegahan tersebut?

Mungkin pertanyaan-pertanyaan tersebut akan muncul setelah kita sadar bahwa mungkin kita juga pernah melakukan korupsi tersebut. Dan jawaban untuk semua pertanyaan tersebut adalah...?

Menjawab pertanyaan pertama, lalu bagaimana jika korupsi kecil tersebut telah menjadi kebiasaan bagi kita? Jika suatu kegiatan atau perilaku telah menjadi kebiasaan, dan jika kebiasaan dilakukan secara berulang-ulang hal itu bisa membuat kebiasaan itu berubah menjadi sebuah keahlian. Dan hal itu menjadi berbahaya jika yang menjadi keahlian adalah kebiasaan melakukan korupsi kecil tersebut. Jika sedari kecil kita sudah terbiasa untuk melakukan korupsi maka besar kemungkinan jika kita melakukan korupsi yang dapat merugikan keuangan negara kita tidak merasa bersalah, bahkan mungkin kita menganggap-nya suatu hal yang lumrah.

Dari penjelasan di atas kita bisa menjawab pertanyaan kedua, apakah kebiasaan korupsi kecil tersebut memberi pengaruh buruk bagi kehidupan si pelaku? Jawabannya adalah, ya. Korupsi kecil memberikan dampak buruk bagi pelakunya. Dan dampaknya pun bersifat turun-temurun. Misalnya, seorang kepala keluarga melakukan korupsi di kantornya. Maka akibat yang akan ditimbulkan adalah si dikenai pidana serta pelaku keluarganya akan terkena dampaknya juga, yaitu sanksi sosial, bisa berupa hinaan, cacian, pelabelan bahwa dirinya juga seorang koruptor. Bahkan mungkin pelabelan tersebut bisa turun hingga anak cucunya.

Untuk itu, menjawab pertanyaan ketiga, bagaimana cara untuk mencegah agar korupsi tersebut tidak menjadi korupsi besar yang menyebabkan si pelaku dipidana?  Sudah dijelas-kan sebelumnya bahwa korupsi terjadi karena adanya keahlian. Keahlian merupakan kebiasaan yang dilakukan secara kontinuitas. Dan kebiasaan merupakan kegiatan atau perilaku yang telah dilakukan dengan intensitas yang cukup tinggi, dan dalam proses perubahan kegiatan menjadi sebuah kebiasaan tersebut tidak ada pihak yang menghenti-kannya.

Maka dari itu, pencegahan korupsi di lingkup keluarga dimulai ketika ada anggota keluarga yang mulai melakukan korupsi kecil. Bisa dilakukan dengan teguran atau langsung diberi hukuman. Namun yang perlu diperhatikan bahwa tidak semua anak bisa diperlakukan secara keras dan kasar. Ada beberapa anak yang memang hanya bisa mengerti jika diberi tahu secara perlahan. Seperti dengan diberi pengertian bahwa apa yang dilakukannya (baca: korupsi kecil) itu salah dan diberi arahan hal benar yang seharusnya dilakukan.

Contoh: ketika seorang anak  mengambil uang orang tuanya, walaupun di mata agama (Islam) tidak berdosa namun tetap di mata masyarakat hal itu tetaplah salah, maka yang harus orang tua maupun anggota keluarga lainnya lakukan adalah memberi tahu bahwa hal itu salah, dan menjelaskan bahwa yang seharusnya dilakukan adalah dengan meminta uang secara baik-baik. Serta anak diberi penjelasan bahwa keluarga tidak selalu bia menuruti apa-apa yang diminta oleh anak tersebut. Ada kondisi di mana keinginan sang anak tidak bisa dipenuhi, misalnya ketika orang tua tidak memiliki uang lebih di luar kebutuhan pokok.

Cara ini terbukti cukup ampuh karena dalam ilmu sosiologi kaitannya dengan pola sosialisasi dikenal istilah sosialisasi partisipatoris, yaitu sosialisasi di mana anak diperkenalkan dengan istilah reward dan punishment. Dalam sosialisasi ini yang ditekankan adalah anak dan kebutuhan anak serta sosialisasi melalui dua arah. Sehingga dapat meminimalisasi miscommunication dan misunderstanding. Dan dengan orang tua yang mau mendengarkan keinginan anak serta orang tua mau menjelaskan apa yang salah dan apa yang benar kepada anak berarti telah menerapkan pola sosialisasi partisipatoris.

Dan yang paling utama dan paling ampuh dalam melakukan pencegahan tindak pidana korupsi di lingkup keluarga yaitu dengan menjadi contoh baik bagi keluarga, terutama bagi si pelaku. Jika kita ingin keluarga kita terhindar dari hal salah tersebut, dalam hal ini adalah korupsi, maka kita harus bertingkah laku baik juga yaitu dengan menjauhi berbagai bentuk korupsi yang rawan terjadi di lingkup keluarga, baik kita sebagai orang tua, kakak, adik, kakek, nenek atau siapapun.

Seperti kata banyak orang bahwa “menasihati dengan tindakan lebih berdampak dari pada menasihati dengan ucapan”.

Dan untul pertanyaan keempat, siapa-siapa sajakah yang ikut andil dalam tindakan pencegahan tersebut? Jawabannya adalah, seluruh anggota keluarga memiliki andil dan peran masing-masing dalam melakukan tindakan pencegahan tersebut. Menjadi sebuah PR besar bagi keluarga untuk mengambil tindakan pencegahan agar keahliah (baca: korupsi) tersebut tidak terbawa sampai ke kehidupan pekerjaan maupun dikehidupan masa depan pelakunya. Karena seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf pertama bahwa korupsi merupakan kegiatan melawan hukum sehingga pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi akan dijatuhi hukuman pidana. Jika yang menjadi terpidana tersebut adalah anggota keluarga kita, tentunya kita tidak ingin hal itu terjadi bukan. Maka sebuah kewajiban bagi seluruh angota keluarga untuk bekerja sama dalam memberantas tindak pidana korupsi di lingkup keluarga.

Dan kembali lagi pada pengertian dari keluarga yaitu lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga atau pranata sosial lainnya berkembang, di masyarakat mana pun di dunia, keluarga merupakan kebutuhan manusia yang universial dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam kehidupan individu (Narwoto dan Suyanto, 2004).

Jadi, jika ingin negara damai bebas korupsi maka bebaskan dulu keluargamu dari korupsi. Mari bersama-sama wujudkan KKN, Korupsi Keluarga Nol!!




Pencegahan Korupsi di Sektor Pengadaan Barang Jasa dan di Sektor Pelayanan Publik




Pencegahan Korupsi di Sektor Pengadaan Barang/Jasa dan Pelayanan Publik

Oleh: Halimah Indah Sari


Korupsi merupakan isu yang sudah sangat sering dengar. Korupsi sendiri sudah merambah ke berbagai sektor perekonomian di Indonesia, diantaranya yaitu di sektor pengadaan barang/jasa dan sektor pelayanan publik. Korupsi merupakan masalah serius yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembangunan perekonomian Indonesia. Maka dari itu pemerintah perlu mengambil langkah untuk memberantas sekaligus meminimalisasi tindak pidana korupsi.

Pengadaan barang dan jasa merupakan sektor yang rawan akan terjadinya korupsi, KPK me-nyatakan 44 persen kasus korupsi yang ditangani KPK merupakan kasus pengadaan barang dan jasa. Hal ini menjadi peringatan sekaligus teguran bagi pemerintah untuk menciptakan sebuah regulasi yang bisa memberantas korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa.

Menurut United Nations Office On Drugs and Crime (UNODC) ada tiga unsur penting yang diperlukan untuk meminimalisasi terjadinya korupsi di sektor pengadaan barang jasa. Tiga unsur tersebut adalah transparansi, kompetisi dan pengambilan keputusan yang obyektif. Dan ketiga unsur tersebut terangkum dalam kebijakan E-Procurement yang diambil pemerintah. E-Procurement atau lebih dikenal dengan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Menurut LPSE Nasional, Layanan Pengadaan Secara Elektronik (khususnya didalam institusi pemerintahan Indonesia) merupakan unit kerja yang dibentuk di seluruh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/lnstitusi Lainnya (K/L/D/I) untuk menyelenggarakan sistem pelayanan pengadaan barang atau jasa secara elektronik serta memfasilitasi ULP (Unit Layanan Pengadaan) dalam melaksanakan pengadaan barang atau jasa secara elektronik. Dengan E-Procurement transparasi dijamin dengan keterbukaan informasi tentang syarat dan ketentuan pengadaan barang dan jasa sesuai dengan yang ditentukan oleh pejabat ULP. Akuntabilitas dijamin dalam bentuk semua informasi dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dengan keterbukaan hasil pengadaan barang dan jasa secara elektronik. Dan dengan adanya E-Procurement seluruh masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengadaan barang dan jasa asal sudah memenuhi kriteria yang ditentukan oleh ULP.

Tidak hanya di sektor pengadaan barang dan jasa, korupsi juga rawan terjadi di sektor pelayanan publik. Hal ini sering terjadi dan mungkin saja kita sendiri pernah merasakannya. Contoh kecilnya seperti dalam proses pembuatan KTP. Sering kita temui kejadian dimana dalam proses pembuatan KTP tersebut membutuhkan waktu yang cukup atau bahkan sangat lama. Banyak faktor yang melatarbelakangi lamanya waktu pembuatan KTP. Dan mayoritas, lamanya waktu tersebut dijadikan alibi untuk melakukan suap. Masih banyak pegawai yang menjadikan pelayanan publik sebagai ladang  mencari keuntungan. Mereka masih belum sadar bahwa layanan publik merupakan kewajiban yang harus mereka penuhi dan merupakan hak bagi masyarakat luas.

Kondisi ini menjadi titik balik bagi pemerintah dan birokrasi untuk membenahi sistem pelayanan publik. Sekarang ini pemerintah sedang giat-giatnya meningkatkan pelayanan publik. Hal ini menjadi salah satu cara untuk meminimalisasi terjadinya korupsi di sektor pelayanan publik. Kunci utama untuk mencegah sekaligus memberantas korupsi di sektor pelayanan publik adalah menciptakan pelayanan publik yang berkualitas. Pelayanan yang berkualitas tentunya pelayanan yang menjamin transparansi, akuntabilitas, akomodatif, efektif, serta efisien dalam memberikan pelayanan. Selain itu, peningkatan pengawasan baik dari intern maupun ekstern sangat dibutuhkan guna mengurangi celah yang bisa dijadikan ladang untuk melakukan korupsi.

Dua sektor diatas hanyalah sebagian sektor yang bisa dijadikan ladang potensial untuk me-lakukan korupsi. Masih banyak lagi sektor lain yang bisa dijadikan ladang korupsi. Untuk itu, sebagai masyarakat yang peduli pada kemajuan dan kesejahteraan bangsa serta negara, kita harus selalu waspada terhadap tindak pidana korupsi. Karena korupsi bisa terjadi tanpa kita sadari, misalnya ketika kita sedang bekerja dan berhasil membantu klien kita kemudian sebagai bentuk terima kasih klien kita memberikan hadiah, hadiah tersebut bisa disebut korupsi kecil. Maka dari itu, kita harus selalu waspada pada apa yang kita beri dan terima dari orang lain.

Dan kunci utama dari pemberantasan korupsi menurut saya adalah, terjalinnya kerjasama yang baik dengan tujuan yang baik pula, yaitu memberantas korupsi, antara pemerintah dan pihak swasta. Pemerintah tidak akan bisa memberantas korupsi, jika masyarakatnya sendiri tidak mau korupsi tersebut diberantas. Maka dari itu, partisipasi masyarakat juga dibutuhkan untuk memberantas dan menjaga agar korupsi tidak muncul lagi di dalam negara tersebut.

Mencegah korupsi dimulai dari diri sendiri! 

Say No to Korupsi!! Say Yes to integrity!!!

Minggu, 28 Agustus 2016

ANALISIS NOVEL THE SIGN OF THE FOUR 
(KARYA SIR ARTHUR CONAN DOYLE)

OLEH: HALIMAH INDAH SARI


IDENTITAS NOVEL

Judul               : The Sign of The Four
Pengarang       : Sir Arthur Conan Doyle
Seri                  : Sherlock Holmes
Genre              : Fiksi Detektif
Bahasa             : Indonesia
Cetakan kedua            : 2016
Penerbit           : Shira Media
Tebal               : 212 halaman
Sinopsis           : Mary Morstan mendatangi Sherlock Holmes untuk meminta bantuannya memecahkan sebuah misteri. Sepuluh tahun yang lalu, ayah Mary, Kapten Arthur Morstan, kembali ke London dengan mengambil cuti dari resimen nya di India. Katanya, di sana ia dan seorang temannya, Thaddeus Sholto, mendapatkan harta karun yang sangat besar jumlahnya. Tapi ketika Mary tiba di hotel tempat ayahnya tinggal, sang ayah sudah lenyap tanpa jejak. Sherlock Holmes menyambut misteri ini sebagai suatu tantangan menarik. Lebih menarik daripada kokain yang telah membuatnya ketagihan bila sedang tak ada kegiatan. Dan kali ini pun Dr. Watson menyertainya, terutama karena ia sangat tertarik pada Mary Morstan yang di matanya begitu memesona.

  
PROFIL PENGARANG

Sir Arthur Ignatius Conan Doyle (lahir 22 Mei 1859 – meninggal 7 Juli 1930 pada umur 71 tahun) adalah pengarang cerita fiksi terkenal berkebangsaan Inggris. Salah satu karangannya yang paling terkenal adalah serial petualangan Sherlock Holmes, seorang detektif fiksi yang eksentrik.
Doyle dilahirkan pada tahun 1859. Ia mendapat gelar dokter dari Universitas Edinburgh dan mulai membuka praktik di Southsea, Inggris pada tahun 1882. Ia mengarang banyak cerita, dua diantaranya tidak pernah dipublikasikan.
Pada tahun 1886, ia menciptakan tokoh Sherlock Holmes yang diilhami dari Dr. Joseph Bell, salah satu dosennya. Cerita pertama yang berjudul A Study in Scarlet (bahasa Indonesia: Penelusuran Benang Merah) ini diterima publik dengan baik. Akan tetapi, ketenaran tokoh itu baru dimulai pada tahun 1891 ketika ia menulis serial petualangan Sherlock Holmes bersama sahabat setianya, Dr. Watson, dalam bentuk kompilasi cerita pendek.


PENDAHULUAN

Novel The Sign of The Four merupakan novel kedua karya Sir Arthur Conan Doyle yang menampilkan Sherlock Holmes, seorang detektif eksentrik, dan rekan setianya, Dr. John Watson. Terbit pertama kali pada tahun 1890 di Lippincott's Monthly Magazine. Novel yang berlatar waktu tahun 1888 ini memiliki alur yang kompleks karena membahas kilas balik tokoh saat bertugas di Perusahaan Hindia Timur, pemberontakan di India 1857, pencurian harta karun, serta perjanjian rahasia antara empat tahanan dengan dua sipir penjara yang korup. Dalam novel ini, Doyle untuk pertama kalinya mendeksripsikan ketergantungan Holmes terhadap obat-obatan terlarang sekaligus membuatnya lebih manusiawi bila dibandingkan dengan novel sebelumnya, Penelusuran Benang Merah. Empat Pemburu Harta juga memperkenalkan calon istri dr. Watson, Mary Morstan.
Keunikan dari rangkaian cerita inilah yang membuat saya tertarik untuk membuat analisis novel The Sign of The Four. Dari novel ini saya akan menganalisis bagaimana unsur-unsur yang terkandung dalam novel, baik itu unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik. Unsur-unsur intrinsik diantaranya yaitu: tema, amanat, tokoh dan penokohan, alur/plot, latar/setting, sudut pandang, dan gaya bahasa.


PERMASALAHAN

A.    Menganalisis bagaimana unsur-unsur intrinsik dalam novel The Sign of The Four?
B.     Menganalisis bagaimana unsur-unsur ekstrinsik dalam novel The Sign of The Four?



ANALISIS NOVEL

A.    Unsur Intrinsik
           1.            Tema
Tema merupakan dasar cerita atau gagasan umum dari sebuah novel (Nurgiyantoro, 2009: 70). Stanton (via Nurgiyantoro, 2009: 70) menjelaskan bahwa tema dapat juga disebut ide utama atau tujuan utama. Berdasarkan dasar cerita atau ide utama, pengarang akan mengembangkan cerita.
Berdasarkan pemaparan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud tema adalah dasar dari pengembangan sebuah cerita.
Tema dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.       Tema Sentral
Tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita.
Tema sentral dalam novel The Sign of The Four adalah kasus tentang pencurian harta karun.
 Hal ini diperkuat dengan beberapa data di antaranya yaitu:
1)      “Keparat Sholto itu mencurinya tanpa memenuhi satu pun persyaratan saat mendapatkan rahasia itu (hal. 204).”
b.      Tema Bawahan
Tema bawahan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.
Tema bawahan dalam novel The Sign of The Four adalah pengkhianatan sebuah janji, pembalasan dendam, dan keserakahan yang mematikan.
Hal ini diperkuat dengan beberapa data di antaranya yaitu:
1)      “Keparat Sholto itu mencurinya tanpa memenuhi satu pun persyaratan saat mendapatkan rahasia itu (hal. 204).”
2)      “Sejak saat itu, aku hidup hanya untuk membalas dendam.”

                  2.            Amanat
Amanat atau nilai moral merupakan unsur isi dalam karya fiksi yang mengacu pada nilai-nilai, sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan yang dihadirkan pengarang melalui tokoh-tokoh di dalamnya (Kenny, 1966: 89 via Nurgiyantoro, 2009: 321).
Berdasarkan pemaparan pendapat diatas, dapat disimpulkan amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh penulis kepada para pembaca.  Amanat dalam novel The Sign of The Four adalah:
a)      Jangan menjadi orang yang ‘tong kosong nyaring bunyinya.’
Bukti: “―Tidak ada orang bodoh yang lebih menyulitkan daripada yang punya sedikit akal (hal. 84).”
b)      Jangan memandang rendah sesuatu.
Bukti: “―Kita sudah biasa melihat Manusia memandang rendah apa yang tidak bisa dipahaminya (hal. 27).”
c)      Seberapa besar keuntungan dari mengonsumsi kokain, tetap tidak sebanding dengan kerugiannya.
Bukti: “’.... Kau juga tahu, apa reaksi buruk kokain terhadap dirimu. Jelas keuntungannya tidak sebanding dengan karugiannya....’ (hal. 7)”
                  3.            Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
Tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
a)      Tokoh sentral protagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai positif.
b)      Tokoh sentral antagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
Adapun tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a)      Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral (baik protagonis ataupun antagonis).
b)      Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
c)      Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.
Penokohan dalam novel adalah unsur yang sama pentingnya dengan unsur-unsur yang lain. Penokohan adalah teknik bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam cerita sehingga dapat diketahui karakter atau sifat para tokoh (Siswandarti, 2009: 44).
Tokoh-tokoh dalam novel The Sign of The Four adalah:
NAMA TOKOH
WATAK TOKOH
Sherlock Holmes
Cerdas, analitis, teliti, senang dipuji tapi suka merendah, tidak gegabah dalam menarik kesimpulan, menghargai orang.
Bukti:
·         “’Kehadiranmu akan sangat membantuku,’ (hal.86)”
·         “’Kau sangat jenius dalam rincian,’ kataku (hal. 12)”
dr. John Watson
Setia kawan.
Bukti:
·         “’....Tapi aku ingin membongkar kasus ini bersamamu, berhubung aku sudah terlibat sejauh ini.’ (hal. 86)
Mary Morstan
Anggun, orang yang tenang, dan ramah.
Bukti:
·         “Sesuai sifat mulia wanita, ia menghadapi masalah ini dengan ekspresi tenang,... (hal. 89)”
·         “Cahaya lembut sebuah lampu bertudung meneranginya saat ia menyandar ke kursi anyaman, bermain-main di wajahnya yang anggun dan cantik,...(hal. 164)”
Thaddeus Sholto
Orang yang patuh, tidak serakah
Bukti:
·         “Pria kecil tersebut mematuhi dengan sikap setengah bingung, (hal. 71)”
·         “’....Tapi aku bisa membujuknya agar mengizinkan aku mencari alamat Miss Morstan dan mengirimkan mutiara-mutiaranya secara terpisah selama selang waktu tertentu, sehingga paling tidak Miss Morstan tidak akan pernah kekurangan.’ (hal. 54)”
Bartholomew Sholto
Cukup rakus, orang yang cerdik
Bukti:
·         “’Bartholomew orang yang cerdik,...(hal. 56)”
·         “’... Mutiara-mutiaranya jelas bernilai sangat tinggi, dan saudaraku merasa keberatan berpisah dengannya karena―antara kita saja―saudaraku sendiri agak cenderung mengulangi kesalahan Ayah....(hal. 54)”
Athelney Jones
Seorang etektif yang suka merendahkan orang lain.
Bukti:
·         “’Mr. Sherlock Holmes, si teoritis... Memang Anda berhasil mengembalikan kami ke jejak yang benar, tapi keberhasilan Anda lebih dikarenakan keberuntungan daripada keandalan.’ (hal. 81)”
Jonathan Small
Pendendam, pemarah, setia pada janjinya.
Bukti:  
·         “katanya, ‘Small orang yang selalu menepati janji....’(hal. 202)”
·         “Saat melihat kemurkaan dan semangat pria ini, aku bisa memahami kengerian yang mencekam....(hal. 174)”
Mrs. Cecil Forrester
Anggun, lemah lembut, dan keibuan.
Bukti:
·         “seorang wanita setengah baya yang anggun, dan aku sangat senang melihat betapa ia memeluk pinggang Miss Morstan dengan lembut, dan betapa keibuan suaranya saat menyambut (hal. 90).”
McMurdo
Menaati peraturan majikan.
Bukti:
·         “’Dia tidak keluar dari kamarnya hari ini, Mr. Thaddeus, dan aku tidak mendapat perintah apa-apa....’ (hal. 60)”
Tonga
Setia, menepati janji, pemarah, buas dan kasar.
Bukti:
·         “Begitu mendengar jeritan kemarahannya, buntalan di geladak pun bergerak. (hal. 155)”
·         “’Dia menepati janjinya, si Tonga kecil itu.’ (hal. 205)
Mayor Sholto
Pengkhianat, serakah.
Bukti:
·         “Keparat Sholto itu mencurinya tanpa memenuhi satu pun persyaratan saat mendapatkan rahasia itu (hal. 204).”

                  4.            Alur / plot
Plot merupakan hubungan antarperistiwa yang bersifat sebab akibat, tidak hanya jalinan peristiwa secara kronologis (Nurgiyantoro, 2009: 112). Stanton (via Nurgiyantoro, 2009: 113) juga berpendapat bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian yang di dalamnya terdapat hubungan sebab akibat. Suatu peristiwa disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Plot juga dapat berupa cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan mengambil sikap terhadap masalah yang dihadapi. Sedangkan alur adalah rangkaian cerita yang bersifat kronologis.
Alur dalam novel The Sign of The Four adalah alur campuran. Hal ini dapat diperkuat:
a)      Awalnya novel ini menceritakan bagaimana kehidupan sehari-hari Holmes dan dr. Watson, kemudian mereka kedatangan seorang klien bernama Mary Morstan. Kemudian novel tersebut mengungkap kilas balik kehidupan masa lalu sang penjahat dalam novel ini.
                  5.            Latar / setting
Latar menurut Abrams (1981: 175 via Nurgiantoro, 2009: 216) adalah landasan atau tumpuan yang memiliki pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Siswandarti (2009: 44) juga menegaskan bahwa latar adalah pelukisan tempat, waktu, dan situasi atau suasana terjadinya suatu peristiwa.
Berdasarkan pengertian tersebut latar dapat disimpulkan sebagai pelukisan tempat, waktu, dan suasana pada suatu peristiwa yang ada di cerita fiksi. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok:
a)      Latar tempat, mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Latar tempat dalam novel The Sign of The Four adalah Inggris. Hal ini diperkuat dengan data:
1)      Pondicherry Lodge, Upper Norwood, Inggris
Bukti: “’dan tinggal di Pondicherry Lodge di Upper Norwood....’ (hal. 47)
2)      “’―mendapatkan harta itu dan membawanya kembali ke Inggris,...’ (hal. 100)
3)      “’....Dia datang ke Inggris dengan gagasan ganda....’ (hal. 102)
b)      Latar waktu, berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Latar waktu dalam novel The Sign of The Four adalah tahun 1888. Hal ini dapat diperkuat dengan:
1)      “’Dia menghilang tanggal 3 Desember 1878―hampi sepuluh tahun yang lalu.’ (hal. 24)
c)      Latar sosial / suasana, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial bisa mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta status sosial.
Latar suasana dalam novel The Sign of The Four adalah menegangkan, mengerikan, manakutkan. Hal ini dapat diperkuat dengan:
1)      “’Ada yang tidak beres dengan Bartholomew!’ serunya. ‘Aku ketakutan! Sarafku tak mampu menanggungnya.’ (hal. 65)”
2)      “Aku membungkuk dengan perasaan ngeri.... Tapi wajahnya tersenyum mengerikan dalam seringai kaku dan tidak wajar, (hal. 67)”
                  6.            Sudut pandang
Sudut pandang adalah cara memandang dan menghadirkan tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Dalam hal ini, ada dua macam sudut pandang yang bisa dipakai:
·         Sudut pandang orang pertama tokoh utama.
·         Sudut pandang orang pertama tokoh sampingan.
·         Sudut pandang orang ketiga serba tahu.
·         Sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat.
Sudut pandang dalam novel The Sign of The Four adalah sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat.
a)      Keseluruhan cerita dalam novel ini diceritakan oleh orang ketiga yaitu, dr. Watson.
b)      “Sherlock Holmes mengambil botol dari sudut rak di atas perapian, dan jarum suntik dari kotak maroko-nya yang rapi. (hal. 5)”
                  7.            Gaya Bahasa
Bahasa sesuai dengan pendapat Siswandarti (2009: 44) merupakan jenis bahasa yang dipakai pengarang, sebagai contoh misalnya gaya pop untuk remaja, gaya komunikatif, atau jenis bahasa yang kaku (seperti pada cerita terjemahan). Nurgiyantoro (2009: 272) juga berpendapat bahwa bahasa merupakan sarana pengungkapan yang komunikatif dalam sastra.
Pada novel juga terdapat cara pengucapan bahasa yang sering disebut gaya bahasa. Gaya bahasa (style) merupakan cara pengucapan pengarang dalam mengemukakan sesuatu terhadap pembaca (Ambrams, 1981: 190-1 via Nurgiyantoro, 2009: 276). Dalam stile juga terdapat beberapa unsur seperti, leksikal, struktur kalimat, retorika, dan penggunaan kohesi.
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel The Sign of The Four didominasi  oleh   penggunaan gaya bahasa Simile, terutama dalam bahasa tubuhnya yang  sering digambarkan dalam figur binatang seperti elang,   ulat,   ataupun  anjing  pemburu.  Karakter   Sherlock  juga   digambarkan  sebagai seseorang yang  suka  mengekspresikan sesuatu dengan gaya bahasa yang  berlebihan atau menggambarkan sesuatu dengan membandingkannya dengan figure lain. Hal ini dapat diperkuat dengan data:
a)      “’Dia berbicara selayaknya seorang murid kepada gurunya,’ kataku.(hal. 11)”
b)      “’Semuanya sejelass siang hari,’ (hal. 18)”
c)      “’.... Saya tak bisa membayangkan situasi yang lebih aneh, lebih tak bisa dijelaskan , daripada yang saya hadapi saat ini.’ (hal. 22)”
d)     “.... Ia mencondongkan tubuh ke depan di kursinya, dengan ekspresi konsentrasi yang luar biasa di wajahnya yang tegas dan bagai rajawali. (hal. 22)”


B.     Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara spesifik, unsur tersebut dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, tetapi tidak menjadi bagian di dalamnya. Seperti halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga terdiri dari sejumlah unsur. Unsur-unsur tersebut meliputi latar belakang kehidupan pengarang, keyakinan, dan pandangan hidup pengarang, adat istiadat yang berlaku saat itu, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi, pengetahuan agama dan lain-lain (Suroto, 1989: 138) yang kesemuanya akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yang menjadi latar belakang penyampaian tema dan amanat cerita.

1.      Pengaruh latar belakang penulis
Arthur Conan Doyle lahir di Picardy Place, Edinburgh pada 22 Mei 1859 dari pasangan Charles Altamont Doyle dan Mary Foley. Karena masalah alkohol yang dialami sang ayah, Doyle kecil dan keluarganya terpecah pada 1864. Atas dukungan para pamannya yang cukup kaya, calon pengarang besar ini bisa menempuh pendidikan di Jesuit Preparatory School, Stonyhurst pada 1868 - 1870. Doyle melanjutkan ke Stonyhurst College hingga 1875 dan menyelesaikan pendidikan menengah di Stella Matutina Jesuit School setahun kemudian. Pada 1876, Doyle melanjutkan studi ke University of Edinburgh untuk mempelajari ilmu kedokteran dan obat-obatan.
Semasa menempuh pendidikan tinggi, Doyle mulai serius menekuni hobi menulis cerita pendek. Bahkan salah satu karyanya, The Haunted Grange of Goresthorpe, berhasil dimuat dalam sebuah jurnal di Edinburgh. Di masa ini juga Doyle mengikuti kelas salah seorang dosennya, Dr. Joseph Bell, yang terus mendorong calon dokter sekaligus pengarang ini untuk selalu menggunakan kekuatan observasi dalam melakukan diagnosis terhadap kondisi pasiennya. Tidak heran jika dosen yang sama tersebut bakal menjadi model dari salah satu karakter detektif paling terkenal dan enigmatik sepanjang sejarah sastra modern, Sherlock Holmes.
Pada 1902, penulis sekaligus aktivis hukum dan politik serta anggota tetap Freemasonry, sebuah kelompok paling enigmatik sepanjang sejarah ini, menerima anugrah gelar kehormatan Sir (dilantik sebagai Knight Bachelor) oleh kerajaan Inggris. Pada 7 Juli 1930, sastrawan besar Sir Arthur Ignatius Conan Doyle ditemukan wafat di kediamannya akibat serangan jantung. Bersebelahan dengan istrinya, Jean, jasad Doyle dikebumikan di halaman Gereja Minstead, Hampshire, Inggris.
2.      Pengaruh situasi sosial, politik dan budaya yang terjadi di sekitar pengarang
a)      Situasi sosial
Novel The Sign of The Four menggambarkan bagaimana situasi dan kondisi London, Inggris, sebagai latar utamanya. Penulis telah berhasil menggambarkan bagaimana keadaan sosial Inggris zaman kuno, misalnya pada zaman dulu transportasi masih menggunakan kereta kuda. Hal ini diperkuat dengan data:
1)      “kereta masih menunggu di luar, dan jelas kegiatan kami telah direncanakan sebelumnya, karena sang kusir segera memacu kereta secepat mungkin (hal. 56).”
b)      Situasi politik/hukum
Dalam novel ini digambarkan bahwa kekuatan hukum melalui aparat polisi sangat kuat. Hal ini dapat diperkuat dengan data:
1)      “’jam sepuluh. Dan sekarang dia tewas, dan polisi akan dihubungi, dan aku akan dituduh terlibat dalam pembunuhan ini. Oh, ya, aku yakin akan dituduh begitu....’(hal. 71)”


KESIMPULAN

Dari penyajian analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dalam novel The Sign of The Four dapat dipaparkan secara singkat, yaitu, novel The Sign of The Four bertema kasus tentang pencurian harta karun. Amanat dari novel ini diantaranya yaitu, jangan memandang rendah sesuatu. Tohoh-tokoh dalam novel ini diantaranya yaitu: Sherlock Holmes, dr. Watson, Mary Morstan, Thaddeus dan Bartholomew Sholto. Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur campuran. Lattar dalam novel ini yaitu: berlatar tempat di Inggris, berlatar waktu tahun 1888, dan berlatar suasana menegangkan. Sudut pandang dalam novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat.
Pengarang menggambarkan situasi dan kondisi Inggris dalam novelnya. Bagaimana kehidupan orang-orang Inggris pada zaman dahulu, tergambar dengan penggunaan kereta kuda sebagai alat transportasi utamanya.
Novel ini memiliki jalan cerita yang unik dan menarik. Yang saya suka dari novel ini adalah, penulis menggambarkan ‘sisi manusia’ Holmes yang belum diceritakan di buku pertamanya, A Study in Scarlet. Bagaimana saat dia dengan kepercayaan dirinya menemukan jalur yang benar dalam penyelidikan, kemudian tiba-tiba mengalami jalan buntu, hal yang sangat menyinggung bagi seorang Sherlock Holmes. Dalam berbagai usaha yang terus dijalankannya, dengan cara unik menggunakan pasukannya sendiri yang terdiri atas orang jalanan, yang disebutnya sebagai Baker Street irregulars. Di samping itu, saat tampaknya dia tak mengalami kemajuan, dia mengalihkan pikirannya kepada eksperimen di laboratorium, atau sekedar bermain biola. Akan tetapi, tetap saja, dia tidak bisa berhenti ‘bertindak’, seperti yang dikatakan sendiri oleh Watson.
Tidak hanya Holmes, dalam novel ini Doyle juga memberi bagian pada sisi pribadi Watson. Dia jatuh cinta pada Miss Morstan, hal yang sulit baginya, apalagi dia tidak bisa mendapatkan simpati Holmes yang sangat tidak tertarik pada hubungan emosional antar manusia, lebih-lebih orang itu adalah kliennya.
Secara keseluruhan, novel Sherlock Holmes memang tidak memanjakan imajinasi dan deduksi para pembaca. Kita disuguhkan betapa brilliannya pemikiran Holmes dan mengikuti pola pikir dan alur kerja yang dilakukannya. Kita hanya menebak-nebak apa yang terjadi tanpa tahu petunjuk apa yang telah dimiliki oleh detektif itu. 4/5 untuk kisah perburuan harta karun.


DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M.H. (1981). A Glosarry of Literary Terms. Holt, Rinehart and Winston
Bacaan B. Zee. (2012). [ Online ]. Tersedia: https://bacaanbzee.wordpress.com/2012/05/22/the-sign-of-four/. [28 Agustus 2016]
Nurgiyantoro, Burhan (1995). Teori Pengkajian Fiksi. Gadjah Mada University Press.
Rosyid, Abdur. (2009). [Online]. Terssedia: https://abdurrosyid.wordpress.com/2009/07/29/unsur-unsur-intrinsik-dalam-prosa/. [26 Agustus 2016]

Wikipedia. (2015). [Online]. Tersedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Empat_Pemburu_Harta. [25 Agustus 2016]




Semoga tulisan ini bermanfaat untuk para pembaca..... ^-^