Korupsi Keluarga Nol (KKN)
Halimah Indah Sari
Korupsi merupakan momok berbahaya bagi kehidupan bangsa. Korupsi berawal dari hal-hal kecil dan dari ruang lingkup yang kecil juga. Dari lingkungan keluarga misalnya. Dan sering kali korupsi di lingkup keluarga ini diabaikan. Dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar dilakukan. Me-wajar-kan atau me-lumrah-kan itulah yang patut kita hindari. Karena pola pikir yang terbentuk di benar masyarakat cenderung "membenarkan yang biasa", bukan "membiasakan yang benar". Padahal membiasakan yang benar itu merupakan pilihan tepat yang bisa kita ambil untuk memperbaiki kehidupan bangsa.
Pola yang terbentuk dari mind set tersebut adalah = Korupsi biasa terjadi. Dilakukan dari generasi tua sampai generasi muda. Kadang kala dilakukan secara berjama'ah. Oleh karena korupsi sudah biasa terjadi, bahkan ada anggapan bahwa korupsi merupakan sebuah kebiasaan, maka korupsi adalah hal yang benar.
Jika banyak orang yang berpikir seperti itu, lalu kapan Indonesia akan bersih dari korupsi?!!
Korupsi harus 'dibantai' dari lingkup yang kecil. Maka dari itu, paragraf-paragraf selanjutnya akan memaparkan lebih rinci tentang korupsi di lingkup keluarga dan masukan tentang bagaimana mengurangi serta mencegah korupsi itu terjadi.
Menurut UU NO.31/1999 jo
UU No.20/2001 menyebutkan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan: Melawan
hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian
negara (pasal 2). Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan /kedudukan yang
dapat merugikan keuangan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan /perekonomian
negara (pasal 3).
Sedang dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, korupsi memiliki arti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
(perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Secara garis besar,
korupsi adalah tindakan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan
cara yang menyeleweng atau salah. Dan jika kita memaknai korupsi seperti itu
maka yang kita dapatkan adalah bahwa kita mungkin sering melakukan korupsi di
lingkup keluarga, baik yang disengaja maupun tidak dan yang disadari maupun
tidak.
Contoh kecil korupsi yang
kemungkinan besar biasa kita lakukan adalah mengambil uang milik orang tua;
melebihkan uang untuk bayaran sekolah; ketika ibu menyuruh belanja tapi malah
jajan; meminta uang untuk beli buku pelajaran tapi malah dibelikan yang lain
yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran; dan masih banyak lagi praktek
korupsi kecil yang mungkin sering kita lakukan tapi tidak kita sadari.
Lalu bagaimana jika
korupsi kecil tersebut telah menjadi kebiasaan bagi kita? Apakah memberi
pengaruh buruk bagi kehidupan si pelaku? Dan bagaimana cara untuk mencegah agar
korupsi tersebut tidak menjadi korupsi besar yang menyebabkan si pelaku
dipidana? Siapa-siapa sajakah yang ikut andil dalam tindakan pencegahan
tersebut?
Mungkin
pertanyaan-pertanyaan tersebut akan muncul setelah kita sadar bahwa mungkin
kita juga pernah melakukan korupsi tersebut. Dan jawaban untuk semua
pertanyaan tersebut adalah...?
Menjawab pertanyaan
pertama, lalu bagaimana jika korupsi kecil tersebut telah menjadi kebiasaan
bagi kita? Jika suatu kegiatan atau perilaku telah menjadi kebiasaan, dan
jika kebiasaan dilakukan secara berulang-ulang hal itu bisa membuat kebiasaan
itu berubah menjadi sebuah keahlian. Dan hal itu menjadi berbahaya jika yang
menjadi keahlian adalah kebiasaan melakukan korupsi kecil tersebut. Jika sedari
kecil kita sudah terbiasa untuk melakukan korupsi maka besar kemungkinan jika
kita melakukan korupsi yang dapat merugikan keuangan negara kita tidak merasa
bersalah, bahkan mungkin kita menganggap-nya suatu hal yang lumrah.
Dari penjelasan di atas
kita bisa menjawab pertanyaan kedua, apakah kebiasaan korupsi kecil tersebut
memberi pengaruh buruk bagi kehidupan si pelaku? Jawabannya adalah, ya. Korupsi
kecil memberikan dampak buruk bagi pelakunya. Dan dampaknya pun bersifat
turun-temurun. Misalnya, seorang kepala keluarga melakukan korupsi di
kantornya. Maka akibat yang akan ditimbulkan adalah si dikenai pidana serta
pelaku keluarganya akan terkena dampaknya juga, yaitu sanksi sosial, bisa
berupa hinaan, cacian, pelabelan bahwa dirinya juga seorang koruptor. Bahkan
mungkin pelabelan tersebut bisa turun hingga anak cucunya.
Untuk itu, menjawab
pertanyaan ketiga, bagaimana cara untuk mencegah agar korupsi tersebut tidak
menjadi korupsi besar yang menyebabkan si pelaku dipidana? Sudah dijelas-kan sebelumnya bahwa korupsi
terjadi karena adanya keahlian. Keahlian merupakan kebiasaan yang dilakukan
secara kontinuitas. Dan kebiasaan merupakan kegiatan atau perilaku yang telah
dilakukan dengan intensitas yang cukup tinggi, dan dalam proses perubahan
kegiatan menjadi sebuah kebiasaan tersebut tidak ada pihak yang menghenti-kannya.
Maka dari itu, pencegahan
korupsi di lingkup keluarga dimulai ketika ada anggota keluarga yang mulai
melakukan korupsi kecil. Bisa dilakukan dengan teguran atau langsung diberi
hukuman. Namun yang perlu diperhatikan bahwa tidak semua anak bisa diperlakukan
secara keras dan kasar. Ada beberapa anak yang memang hanya bisa mengerti jika
diberi tahu secara perlahan. Seperti dengan diberi pengertian bahwa apa yang
dilakukannya (baca: korupsi kecil) itu salah dan diberi arahan hal benar yang
seharusnya dilakukan.
Contoh: ketika seorang
anak mengambil uang orang tuanya,
walaupun di mata agama (Islam) tidak berdosa namun tetap di mata masyarakat hal
itu tetaplah salah, maka yang harus orang tua maupun anggota keluarga lainnya lakukan
adalah memberi tahu bahwa hal itu salah, dan menjelaskan bahwa yang seharusnya
dilakukan adalah dengan meminta uang secara baik-baik. Serta anak diberi
penjelasan bahwa keluarga tidak selalu bia menuruti apa-apa yang diminta oleh
anak tersebut. Ada kondisi di mana keinginan sang anak tidak bisa dipenuhi,
misalnya ketika orang tua tidak memiliki uang lebih di luar kebutuhan pokok.
Cara ini terbukti cukup
ampuh karena dalam ilmu sosiologi kaitannya dengan pola sosialisasi dikenal
istilah sosialisasi partisipatoris, yaitu sosialisasi di mana anak
diperkenalkan dengan istilah reward dan punishment. Dalam
sosialisasi ini yang ditekankan adalah anak dan kebutuhan anak serta
sosialisasi melalui dua arah. Sehingga dapat meminimalisasi miscommunication
dan misunderstanding. Dan dengan orang tua yang mau mendengarkan
keinginan anak serta orang tua mau menjelaskan apa yang salah dan apa yang
benar kepada anak berarti telah menerapkan pola sosialisasi partisipatoris.
Dan yang paling utama dan
paling ampuh dalam melakukan pencegahan tindak pidana korupsi di lingkup
keluarga yaitu dengan menjadi contoh baik bagi keluarga, terutama bagi si
pelaku. Jika kita ingin keluarga kita terhindar dari hal salah tersebut, dalam
hal ini adalah korupsi, maka kita harus bertingkah laku baik juga yaitu dengan
menjauhi berbagai bentuk korupsi yang rawan terjadi di lingkup keluarga, baik
kita sebagai orang tua, kakak, adik, kakek, nenek atau siapapun.
Seperti kata banyak orang
bahwa “menasihati dengan tindakan lebih berdampak dari pada menasihati dengan
ucapan”.
Dan untul pertanyaan
keempat, siapa-siapa sajakah yang ikut andil dalam tindakan pencegahan
tersebut? Jawabannya adalah, seluruh anggota keluarga memiliki andil dan
peran masing-masing dalam melakukan tindakan pencegahan tersebut. Menjadi
sebuah PR besar bagi keluarga untuk mengambil tindakan pencegahan agar keahliah
(baca: korupsi) tersebut tidak terbawa sampai ke kehidupan pekerjaan maupun
dikehidupan masa depan pelakunya. Karena seperti yang sudah dijelaskan pada
paragraf pertama bahwa korupsi merupakan kegiatan melawan hukum sehingga pelaku
yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi akan dijatuhi hukuman pidana.
Jika yang menjadi terpidana tersebut adalah anggota keluarga kita, tentunya
kita tidak ingin hal itu terjadi bukan. Maka sebuah kewajiban bagi seluruh
angota keluarga untuk bekerja sama dalam memberantas tindak pidana korupsi di
lingkup keluarga.
Dan kembali lagi pada
pengertian dari keluarga yaitu lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga
atau pranata sosial lainnya berkembang, di masyarakat mana pun di dunia, keluarga
merupakan kebutuhan manusia yang universial dan menjadi pusat terpenting dari
kegiatan dalam kehidupan individu (Narwoto dan Suyanto, 2004).
Jadi, jika ingin negara
damai bebas korupsi maka bebaskan dulu keluargamu dari korupsi. Mari
bersama-sama wujudkan KKN, Korupsi Keluarga Nol!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar