Kamis, 24 Mei 2018




Korupsi Keluarga Nol (KKN)

Halimah Indah Sari


Korupsi merupakan momok berbahaya bagi kehidupan bangsa. Korupsi berawal dari hal-hal kecil dan dari ruang lingkup yang kecil juga. Dari lingkungan keluarga misalnya. Dan sering kali korupsi di lingkup keluarga ini diabaikan. Dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar dilakukan. Me-wajar-kan atau me-lumrah-kan itulah yang patut kita hindari. Karena pola pikir yang terbentuk di benar masyarakat cenderung "membenarkan yang biasa", bukan "membiasakan yang benar". Padahal membiasakan yang benar itu merupakan pilihan tepat yang bisa kita ambil untuk memperbaiki kehidupan bangsa. 

Pola yang terbentuk dari mind set tersebut adalah = Korupsi biasa terjadi. Dilakukan dari generasi tua sampai generasi muda. Kadang kala dilakukan secara berjama'ah. Oleh karena korupsi sudah biasa terjadi, bahkan ada anggapan bahwa korupsi merupakan sebuah kebiasaan, maka korupsi adalah hal yang benar.

Jika banyak orang yang berpikir seperti itu, lalu kapan Indonesia akan bersih dari korupsi?!! 

Korupsi harus 'dibantai' dari lingkup yang kecil. Maka dari itu, paragraf-paragraf selanjutnya akan memaparkan lebih rinci tentang korupsi di lingkup keluarga dan masukan tentang bagaimana mengurangi serta mencegah korupsi itu terjadi.

Menurut UU NO.31/1999 jo UU No.20/2001 menyebutkan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan: Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 2). Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan /kedudukan yang dapat merugikan keuangan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan /perekonomian negara (pasal 3).

Sedang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi memiliki arti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Secara garis besar, korupsi adalah tindakan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara yang menyeleweng atau salah. Dan jika kita memaknai korupsi seperti itu maka yang kita dapatkan adalah bahwa kita mungkin sering melakukan korupsi di lingkup keluarga, baik yang disengaja maupun tidak dan yang disadari maupun tidak.

Contoh kecil korupsi yang kemungkinan besar biasa kita lakukan adalah mengambil uang milik orang tua; melebihkan uang untuk bayaran sekolah; ketika ibu menyuruh belanja tapi malah jajan; meminta uang untuk beli buku pelajaran tapi malah dibelikan yang lain yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran; dan masih banyak lagi praktek korupsi kecil yang mungkin sering kita lakukan tapi tidak kita sadari.

Lalu bagaimana jika korupsi kecil tersebut telah menjadi kebiasaan bagi kita? Apakah memberi pengaruh buruk bagi kehidupan si pelaku? Dan bagaimana cara untuk mencegah agar korupsi tersebut tidak menjadi korupsi besar yang menyebabkan si pelaku dipidana? Siapa-siapa sajakah yang ikut andil dalam tindakan pencegahan tersebut?

Mungkin pertanyaan-pertanyaan tersebut akan muncul setelah kita sadar bahwa mungkin kita juga pernah melakukan korupsi tersebut. Dan jawaban untuk semua pertanyaan tersebut adalah...?

Menjawab pertanyaan pertama, lalu bagaimana jika korupsi kecil tersebut telah menjadi kebiasaan bagi kita? Jika suatu kegiatan atau perilaku telah menjadi kebiasaan, dan jika kebiasaan dilakukan secara berulang-ulang hal itu bisa membuat kebiasaan itu berubah menjadi sebuah keahlian. Dan hal itu menjadi berbahaya jika yang menjadi keahlian adalah kebiasaan melakukan korupsi kecil tersebut. Jika sedari kecil kita sudah terbiasa untuk melakukan korupsi maka besar kemungkinan jika kita melakukan korupsi yang dapat merugikan keuangan negara kita tidak merasa bersalah, bahkan mungkin kita menganggap-nya suatu hal yang lumrah.

Dari penjelasan di atas kita bisa menjawab pertanyaan kedua, apakah kebiasaan korupsi kecil tersebut memberi pengaruh buruk bagi kehidupan si pelaku? Jawabannya adalah, ya. Korupsi kecil memberikan dampak buruk bagi pelakunya. Dan dampaknya pun bersifat turun-temurun. Misalnya, seorang kepala keluarga melakukan korupsi di kantornya. Maka akibat yang akan ditimbulkan adalah si dikenai pidana serta pelaku keluarganya akan terkena dampaknya juga, yaitu sanksi sosial, bisa berupa hinaan, cacian, pelabelan bahwa dirinya juga seorang koruptor. Bahkan mungkin pelabelan tersebut bisa turun hingga anak cucunya.

Untuk itu, menjawab pertanyaan ketiga, bagaimana cara untuk mencegah agar korupsi tersebut tidak menjadi korupsi besar yang menyebabkan si pelaku dipidana?  Sudah dijelas-kan sebelumnya bahwa korupsi terjadi karena adanya keahlian. Keahlian merupakan kebiasaan yang dilakukan secara kontinuitas. Dan kebiasaan merupakan kegiatan atau perilaku yang telah dilakukan dengan intensitas yang cukup tinggi, dan dalam proses perubahan kegiatan menjadi sebuah kebiasaan tersebut tidak ada pihak yang menghenti-kannya.

Maka dari itu, pencegahan korupsi di lingkup keluarga dimulai ketika ada anggota keluarga yang mulai melakukan korupsi kecil. Bisa dilakukan dengan teguran atau langsung diberi hukuman. Namun yang perlu diperhatikan bahwa tidak semua anak bisa diperlakukan secara keras dan kasar. Ada beberapa anak yang memang hanya bisa mengerti jika diberi tahu secara perlahan. Seperti dengan diberi pengertian bahwa apa yang dilakukannya (baca: korupsi kecil) itu salah dan diberi arahan hal benar yang seharusnya dilakukan.

Contoh: ketika seorang anak  mengambil uang orang tuanya, walaupun di mata agama (Islam) tidak berdosa namun tetap di mata masyarakat hal itu tetaplah salah, maka yang harus orang tua maupun anggota keluarga lainnya lakukan adalah memberi tahu bahwa hal itu salah, dan menjelaskan bahwa yang seharusnya dilakukan adalah dengan meminta uang secara baik-baik. Serta anak diberi penjelasan bahwa keluarga tidak selalu bia menuruti apa-apa yang diminta oleh anak tersebut. Ada kondisi di mana keinginan sang anak tidak bisa dipenuhi, misalnya ketika orang tua tidak memiliki uang lebih di luar kebutuhan pokok.

Cara ini terbukti cukup ampuh karena dalam ilmu sosiologi kaitannya dengan pola sosialisasi dikenal istilah sosialisasi partisipatoris, yaitu sosialisasi di mana anak diperkenalkan dengan istilah reward dan punishment. Dalam sosialisasi ini yang ditekankan adalah anak dan kebutuhan anak serta sosialisasi melalui dua arah. Sehingga dapat meminimalisasi miscommunication dan misunderstanding. Dan dengan orang tua yang mau mendengarkan keinginan anak serta orang tua mau menjelaskan apa yang salah dan apa yang benar kepada anak berarti telah menerapkan pola sosialisasi partisipatoris.

Dan yang paling utama dan paling ampuh dalam melakukan pencegahan tindak pidana korupsi di lingkup keluarga yaitu dengan menjadi contoh baik bagi keluarga, terutama bagi si pelaku. Jika kita ingin keluarga kita terhindar dari hal salah tersebut, dalam hal ini adalah korupsi, maka kita harus bertingkah laku baik juga yaitu dengan menjauhi berbagai bentuk korupsi yang rawan terjadi di lingkup keluarga, baik kita sebagai orang tua, kakak, adik, kakek, nenek atau siapapun.

Seperti kata banyak orang bahwa “menasihati dengan tindakan lebih berdampak dari pada menasihati dengan ucapan”.

Dan untul pertanyaan keempat, siapa-siapa sajakah yang ikut andil dalam tindakan pencegahan tersebut? Jawabannya adalah, seluruh anggota keluarga memiliki andil dan peran masing-masing dalam melakukan tindakan pencegahan tersebut. Menjadi sebuah PR besar bagi keluarga untuk mengambil tindakan pencegahan agar keahliah (baca: korupsi) tersebut tidak terbawa sampai ke kehidupan pekerjaan maupun dikehidupan masa depan pelakunya. Karena seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf pertama bahwa korupsi merupakan kegiatan melawan hukum sehingga pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi akan dijatuhi hukuman pidana. Jika yang menjadi terpidana tersebut adalah anggota keluarga kita, tentunya kita tidak ingin hal itu terjadi bukan. Maka sebuah kewajiban bagi seluruh angota keluarga untuk bekerja sama dalam memberantas tindak pidana korupsi di lingkup keluarga.

Dan kembali lagi pada pengertian dari keluarga yaitu lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga atau pranata sosial lainnya berkembang, di masyarakat mana pun di dunia, keluarga merupakan kebutuhan manusia yang universial dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam kehidupan individu (Narwoto dan Suyanto, 2004).

Jadi, jika ingin negara damai bebas korupsi maka bebaskan dulu keluargamu dari korupsi. Mari bersama-sama wujudkan KKN, Korupsi Keluarga Nol!!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar